Gaya Hidup

Strategi Efektif Mengatasi Dehumanisasi di Sekolah

Praktik dehumanisasi di sekolah bukanlah hanya isapan jempol belaka, tetapi  hal itu benar-benar terjadi dan menyebabkan berbagai efek negatif. Melihat rawannya kasusnya,  pafikotatebingtinggi.org tergugah untuk membahas strategi efektif mengatasinya.

Dampak dehumanisasi di sekolah yang diberitakan di berbagai media pemberitaan begitu memilukan. Ada yang memutuskan putus sekolah, mengalami trauma, mengalami luka fisik, depresi, hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Supaya tidak ada lagi korban yang menderita karena tindakan dehumanisasi, khalayak luas terutama anak sekolah perlu tahu strategi melawan dehumanisasi. Salah satunya yaitu dengan menumbuhkan kepedulian terhadap sesama.

Begini Strategi Efektif Mengatasi Dehumanisasi di Sekolah

Strategi Efektif Mengatasi Dehumanisasi di Sekolah
Strategi Efektif Mengatasi Dehumanisasi di Sekolah

Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak. Di sana, mereka belajar, bermain, sekaligus bersosialisasi dengan sebaya dan para gurunya. Namun, faktanya ada praktik dehumanisasi di sekolah.

Salah satu contohnya adalah school bullying (bullying di sekolah). Dari waktu ke waktu, kasusnya bukan berkurang tetapi malah bertambah tinggi. Pertanyaannya, bagaimana strategi paling efektif untuk mengatasi dehumanisasi di sekolah? Berikut penjelasannya:

1. Hindari Membentuk Geng

Bagi yang sudah atau sedang mengenyam pendidikan umum pasti akrab dengan kelompok pertemanan yang juga disebut geng. Ketika seseorang masuk geng tertentu, pasti mereka memiliki rasa bangga dan mulai timbul sikap arogan.

Sikap itulah yang melatarbelakangi munculnya praktik dehumanisasi di sekolah. Pihak-pihak yang merasa dirinya berkuasa akhirnya menindas orang lain yang dianggapnya lemah atau terlihat buruk.

Meski ada kesempatan, tetapi sangat disarankan untuk tidak membentuk geng. Buatlah sirkel pertemanan yang positif agar tidak terjadi tindak penindasan terhadap kalangan lebih lemah.

2. Tumbuhkan Rasa Empati

Tidak bisa dipungkiri, di era globalisasi seperti sekarang ini memang rasa empati mulai luntur. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang mengabaikan tindak dehumanisasi di sekolah meski mereka melihat langsung praktiknya.

Bahkan, praktik seperti itu sering dianggap wajar dan hanya candaan semata. Padahal, efek buruk pada korban tidak bisa dianggap remeh, seperti cacat permanen, kesehatan mental menurun, motivasi belajar meluntur, tidak mau sekolah, hingga muncul keinginan bunuh diri.

Parahnya, pelaku dehumanisasi jarang sekali yang ditindak sehingga membuat mereka tidak mendapat efek jera. Agar praktik-praktik seperti itu tidak terjadi lagi, sudah sepatutnya untuk menumbuhkan empati terhadap sesama.

3. Gunakan Tutur Kata yang Baik

Siapa disini yang sering dibuat jengkel karena anak didiknya menggunakan kata-kata kasar saat berbicara? Siapa sangka, perilaku ini termasuk dehumanisasi dalam kehidupan sehari-hari yang umum terjadi di lingkungan sekolah.

Banyak peserta didik yang menganggap dirinya keren ketika menggunakan kata kasar saat berbicara dengan sesama teman maupun guru-gurunya. Padahal, jelas-jelas perilaku tersebut jauh dari kata sopan.

Sebagai langkah perlindungan dari dehumanisasi, mulai ubah kata kasar menjadi kata halus, terutama ketika ngobrol dengan orang yang lebih dewasa meski sudah merasa sangat akrab.

4. Jangan Ikut-Ikutan Menyebar Aib Orang

Sesuai pengertiannya, praktik lain dari dehumanisasi adalah menyebar aib teman ke warga sekolah. Terlepas dari aib yang disebarkan luaskan itu benar atau hanya sekedar fitnah, tetapi perbuatan tersebut pasti akan membuat korbannya merasa malu dan tertekan.

Cukup simpan apa yang Anda ketahui untuk konsumsi pribadi. Apabila ada teman yang menyebarkan aib orang lain di depan Anda, segera menghindar atau bisa langsung hentikan aktivitas buruk mereka.

Berdasarkan strategi mengatasi dehumanisasi yang dibahas oleh pafikotatebingtinggi.org di atas, rasanya sangat patut untuk menerapkannya. Jangan sampai membiarkan diri sendiri atau keluarga terlibat dalam praktik tidak bijak tersebut.